Mitos
Showing posts with label Mitos. Show all posts
Showing posts with label Mitos. Show all posts

Orc

Orc adalah makhluk mitologis yang muncul dalam cerita-cerita rakyat dan kisah-kisah fiksi fantasi sebagai makhluk buas dengan postur tubuh menyerupai manusia, kadang-kadang seperti raksasa, kulitnya biasanya berwarna hijau, wajahnya mirip babi, kera atau monster dengan taring panjang, sifatnya garang dan buas. Dalam kisah fantasi The Lord of The Ring, Orc merupakan salah satu ras yang menghuni Bumi tengah. Orc diidentikkan sebagai ras yang ganas dan jahat. Orc merupakan musuh dari para Elf dan manusia. Mereka senang makan daging dan kadang-kadang mereka menjadi bangsa kanibal.


Kata “orc” atau “ork” dihubungkan dengan setan, iblis, ogre, ras yang jahat, atau monster. Setan-setan atau iblis sering disamakan dengan “Orc”. Dalam cerita-cerita, film-film dan games, Orc biasanya dilukiskan berkulit hijau, wajahnya tidak seperti manusia dengan dua taring panjang. Biasanya ukurannya lebih besar ataupun seukuran dengan manusia, dan sifatnya lebih ganas. Orc muncul dalam kisah-kisah The Lord of The Rings, game World of Warcraft, serial TV Power Rangers Wild Force.

Elf

Pada legendarium J. R. R. Tolkien, Elf diceritakan sebagai ras yang lebih dahulu ada daripada manusia dan lebih unggul dibanding dengan manusia. Elf, bersama-sama dengan manusia dan Dwarf, merupakan penghuni dunia fiksi Dunia Tengah yang baik; selain ketiga ras utama tersebut, banyak pula ras-ras "jatuh" yang merupakan pengkorupsian dari ketiga ras ini. Proses kejadian para Elf diceritakan pada buku Silmarillion (yang disunting dan diterbitkan pasca kematian Tolkien) yang merupakan prekuel dari seri The Lord of the Rings, namun mereka tampil pula dan memiliki peranan penting dalam trilogi LOTR dan hanya memiliki peran kecil dalam The Hobbit. Detil lebih jauh mengenai mereka diberikan dalam tulisan-tulisan Tolkien lainnya yang dikumpulkan menjadi Unfinished Tales (Kisah yang Belum Selesai) dan The Histroy of Middle-earth (Sejarah Dunia Tengah). Buku-buku ini merupakan karya utama Tolkien yang ia kerjakan hingga akhir hayatnya.


Dari legendarium Tolkien mengenai ras Elf yang sangat detail inilah saat ini banyak bermunculan sub-ras dan kisah-kisah yang dipopulerkan melalui buku-buku serta media-media lainnya, contohnya adalah buku dan permainan papan serta permainan video Dungeons & Dragons, World of Warcraft, dan sebagainya. Dapat dikatakan semenjak adanya tulisan Tolkien mengenai Elf ini, figur Elf yang dulunya menyerupai peri atau makhluk halus sekarang kalah terkenal dibanding dengan figur yang menyerupai manusia dengan tubuh langsing dan telinga runcing.

Sejarah 

Asal Muasal
Menurut Silmarillion, Elf merupakan "anak pertama" Arda (dunia), yang telah ada selama jangka waktu yang sangat lama sebelum manusia ("anak kedua") diciptakan. Elf yang pertama "dibangunkan" oleh Eru Iluvatar dekat pantai Cuivienen pada Zaman Dua Pohon di Zaman Pertama. Mereka bangun di bawah sinar bintang, karena matahari dan bulan belum diciptakan, oleh karena itu Elf erat hubungannya dengan bintang dan sinar bintang. Mereka tinggal di tepi aliran sungai, menciptakan puisi, musik, dan lagu. Mereka juga menciptakan kata-kata baru, memberi nama benda-benda, dan senang memandangi bintang. Mereka bertubuh tinggi, berambut hitam, dan hidup dengan damai karena kejahatan belum masuk ke Arda, dunia mereka.

Perpecahan

Para elf terpecah menjadi dua kelompok utama (dan banyak lagi perpecahan kecil lainnya) yang tidak pernah seutuhnya bersatu lagi. Nama Quendi merujuk pada keseluruhan Elf


Para Valar (malaikat) yang memerintah dunia dari Valinor, memutuskan untuk mengundang para Elf (yang dalam bahasa mereka disebut dengan nama Quendi) untuk tinggal bersama mereka karena Melkor, sang Tuan Kegelapan, seorang Valar yang memberontak, ingin menghancurkan segala yang baik di Arda (dunia). Para Valar mengirimkan Orome untuk menjemput para Elf. Dari semua Elf yang ada, tidak semuanya memenuhi panggilan itu, karena mereka belum mengenal siapa para Valar tersebut. Ingwe, Finwe, dan Elwe adalah tiga orang Elf yang bersedia pergi dengan Orome ke Valinor untuk menjadi duta. Sekembalinya mereka dari sana, merekapun mengajak seluruh kaumnya untuk pergi, karena memang Valinor lebih indah daripada Dunia Tengah. Ketiga Elf itu berhasil meyakinkan mayoritas Elf untuk pergi bersama-sama dengan mereka. Namun sebagian kecil menolak, dan mereka ini disebut dengan bangsa Avari (Mereka yang Tidak Mau Ikut) atau Avamanyar (Mereka yang Menolak Pergi ke Aman). Itulah perpecahan yang pertama. Pada akhirnya nanti setelah ratusan tahun berpisah, mereka memiliki bahasa, budaya, perawakan, dan sifat yang berbeda-beda. (Setelah perpecahan besar ini bangsa Avari terpecah-pecah lagi, namun detailnya tidak diketahui oleh manusia. Beberapa suku bermigrasi ke Barat dan bergabung dengan para Nandor, sedikit sampai hingga bertemu para Sindar).

Rombongan Elf yang berangkat ini disebut dengan bangsa Eldar (Kaum Bintang), oleh Orome. Mereka menjadikan Ingwe, Finwe, dan Elwe sebagai pemimpin mereka. Dalam perjalanan ke Barat, mereka melewati Pegunungan Berkabut, dan sebagian Elf, karena takut, memilih untuk tidak meneruskan perjalanan dan menetap di tanah yang mereka sedang lalui. Mereka adalah bagian dari kaum Elwe yang dipimpin oleh Lenwe dan kelompok mereka dinamai Nandor (Mereka yang Kembali). Bangsa Nandor dan Avari disebut dengan nama Moriquendi (Elf Kegelapan). Itulah perpecahan yang kedua.

Kemudian rombongan utama Elf meneruskan perjalanannya melalui Pegunungan Berkabut dan Pegunungan Biru (Ered Lindon atau Ered Luin) menuju Beleriand. Di sana Elwe tersesat dan tidak dapat ditemukan oleh kaumnya, oleh karena itu Ingwe dan Finwe dengan terpaksa meninggalkan Elwe dan kaumnya dan meneruskan perjalanan mereka. Bersama-sama dengan kaum Nandor yang dipimpin oleh Lenwe, kaum Elwe ini disebut sebagai bangsa Teleri. Itulah perpecahan yang ketiga.

Setelah sampai di tepi barat Dunia Tengah yang dipisahkan dengan samudra luas dengan Valinor, Ingwe, Finwe, dan kaum mereka diangkut oleh pulau yang bergerak yang digerakkan oleh Ulmo, salah satu Valar yang menguasai lautan, menuju Valinor di ujung samudera satunya. Setelah beberapa waktu, Ulmo kembali ke Beleriand untuk mencari kaum Teleri (Mereka yang Datang Terakhir), yaitu kaum Elwe, yang tersisa untuk diajak ke Valinor. Karena Elwe belum ditemukan, maka mayoritas kaum Teleri menunjuk Olwe, saudara Elwe, sebagai pemimpin mereka yang baru, dan bersama-sama mereka memenuhi ajakan Ulmo untuk mengikuti jejak saudara-saudara mereka yang telah sampai ke Valinor. Mereka kemudian disebut sebagai bangsa Falmari.

Namun sebagian kecil kaum Teleri tersebut, terutama orang-orang dekat Elwe, memilih untuk tinggal dan meneruskan pencarian mereka. Mereka disebut sebagai bangsa Sindar (Elf Abu-abu). Bangsa Sindar dan Nandor disebut dengan nama Umanyar (Mereka yang Tidak Sampai ke Aman (Dunia Tengah)). Dari para Sindar yang tinggal di Dunia Tengah, sebagian memilih untuk tinggal di tepi pantai dan menjadi pembuat kapal. Mereka dipimpin oleh Cirdan sang pembuat kapal. Mereka tinggal di Falas dan disebut sebagai kaum Falathrim (Kaum di tepi Pantai). Kelompok yang tinggal di hutan Doriath disebut dengan Iathrim (Kaum di antara Sabuk) dan sisanya yang menempati daerah barat laut Beleriand di dekat sebuah danau disebut dengan Mithrim (Kaum Abu-abu). Di kemudian hari, sebagian kaum Noldor mengembara ke Barat dan bertemu dengan kaum Sindar. Mereka kemudian disebut dengan Laiquendi (Elf Hijau). Di Valinor, ketiga keluarga utama berkumpul (Elwe diwakili oleh Olwe, saudaranya) dan mereka disebut dengan Calaquendi (Elf Cahaya) atau Amanya (Mereka yang Sampai ke Aman). Olwe dan kaumnya memilih untuk tinggal di tepi pantai agar dapat memandangi Dunia Tengah dari jauh. Kaum mereka disebut dengan Falmari (Kaum Penunggang Ombak). Ingwe dan kaumnya tinggal di kediaman para Valor dan menjadi kaum Elf yang paling mulia dan terhormat, layaknya para bangsawan yang terhormat. Mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke Dunia Tengah lagi dan mereka disebut dengan nama Vanyar (Elf Rupawan). Finwe dan kaumnya tinggal di antara kedua keluarga yang lain, tidak di dekat pantai dan tidak di dekat kediaman para Valar. Mereka disebut dengan nama Noldor (Elf Dalam) dan dari keturunan kaum merekalah cerita Silmarillion dikisahkan.

 Nantinya setelah peristiwa pengasingan para Noldor, Finarfin, putra Finwe, berangkat ke Dunia Tengah bersama kedua saudaranya, Fingolfin dan Feanor, namun memutuskan kembali dan menjadi Raja Noldor di Valinor. Feanor yang diasingkan ke Dunia Tengah dan diikuti oleh Fingolfin saudaranya akhirnya menetap di Dunia Tengah. Mereka disebut sebagai Kaum yang Diasingkan dan Fingolfin menjadi Raja Noldor di Dunia Tengah. Selain dari pada perpecahan-perpecahan besar tersebut, masing-masing keturunan para Elf yang mula-mula membuat Dinasti-dinasti mereka sendiri. Berdasarkan letak geografis dan situasinya, mereka mengembangkan bahasa yang berlainan, namun bahasa Elf yang utama yang digunakan di Dunia Tengah (dan di buku-buku Tolkien) adalah bahasa kaum Elwe (bahasa Sindarin), dan kaum Noldor yang kembali ke Dunia Tengah dari Valinor akhirnya harus mempelajari bahasa tersebut

Siklus Kehidupan
Para Quendi atau Elf pada dasarnya adalah makhluk dengan roh yang abadi, yang tidak lekang dimakan usia; namun bukan berarti tubuh mereka tidak bisa mati. Walaupun roh mereka abadi, namun tubuh mereka mengalami proses penuaan, namun dengan sangat lambat, setara dengan ribuan tahun umur manusia. Tubuh mereka juga dapat mati/hancur karena penyakit, peperangan, dibunuh, dan sebab-sebab tak alami lainnya. Jika seorang Elf meninggal, maka rohnya akan dikumpulkan bersama kaumnya di Rumah Mandos, sang Valor Kematian, di Valinor; berbeda dengan ras manusia di Dunia Tengah yang tidak diketahui nasibnya setelah meninggal. Setelah beberapa waktu, jasad mereka akan dikembalikan dan mereka dapat tinggal di Valinor, namun mereka tidak akan pernah dapat pergi ke Dunia Tengah lagi. Finwe, Raja Para Noldor, adalah Elf pertama yang mati. Ia dibunuh oleh Melkor. Sejak saat itu tak terbilang banyaknya Elf yang mati di Dunia Tengah karena peperangan yang tidak berkesudahan antara kekuatan baik (Elf, manusia, Dwarf) dan kekuatan jahat (Melkor/Morgoth, Sauron, Orc, dll) Elf yang hidup di Dunia Tengah juga berumur sedikit lebih pendek dari mereka yang tinggal di Valinor karena diceritakan bahwa Dunia Tengah telah dicemari oleh Melkor, sang Tuan Kegelapan. Separo-Elf yang merupakan keturunan dari Elf dan manusia juga berumur lebih pendek dari ras Elf murni, namun lebih panjang dari ras manusia.

Nama dan Konvesi penamaan
Tolkien berulang kali menyatakan ketidaknyamanannya dengan penggunaan kata elf dan "asosiasinya yang saya sebenarnya tidak inginkan [...] contohnya dalam karya Drayton atau dalam A Midsummer Night's Dream [raja para peri: Titania dan Oberon]". Dalam karya-karyanya, Tolkien seolah-olah hanya berperan sebagai penerjemah bahasa yang umum digunakan di Dunia Tengah (bahasa Westron) ke dalam bahasa Inggris, dan "elf" merupakan padanan kata terdekat untuk menyebut ras yang pertama tersebut, dengan menyebutkan bahwa "[elf merupakan] bentuk tertua dari nama yang digunakan, dan terserah kepada para pembaca buku saya untuk menentukan asosiasinya." Ia ingin menghindari asosiasi dalam literatur era Victoria tentang "peri" atau makhluk halus yang nakal yang sering dipandankan dengan kata tersebut (elf), dan berusaha untuk menunjukkan makhluk yang lebih berkembang yang "memiliki kekuatan magis yang mengesankan dalam mitologi Teutonik mula-mula" (Oxford English Dictionary viz. bahasa Inggris Kuno ælf, dari Proto-Jermanik *albo-z). Para Elf juga disebut sebagai "Yang Lahir Pertama"/"Anak Pertama" (Q: Minnonar, atau "Saudara yang Lebih Tua" (bandingkan dengan manusia dalam Dunia Tengah yang disebut sebagai "Yang Lahir Kedua"/"Anak Kedua") karena mereka "dibangunkan" oleh Eru Iluvatar sebelum para manusia. Para Elf menamai diri mereka Quendi ("Yang Berbicara") karena mereka melihat bahwa mereka adalah satu-satunya makhluk yang mampu berbicara. Para Dunedain (Dwarf) menamai mereka Nimir ("Yang Menawan"). Dalam bahasa Sindarin atau bahasa kaum Sindar (Elf Dunia Tengah), mereka menamai diri mereka Eledhrim.

Para Elf mengenal tiga macam nama diri: ataresse, amilesse, dan yang lebih jarang adalah epesse (esse artinya "nama" dalam bahasa Quenya).

  • Ataresse adalah nama tunggal yang diberikan oleh ayah mereka pada waktu kelahiran mereka. Biasanya nama ini melambangkan nama ayah dan ibu mereka, menandakan garis keturunan mereka, dan asal kaum mereka. 

  • Amilesse adalah nama kedua yang mereka terima dari ibu mereka setelah mereka dewasa. Nama ini mencerminkan kepribadian mereka, keahlian mereka, atau nasib mereka - yang kadang-kadang bersifat nubuatan. Nama kedua ini sangat penting bagi seorang Elf. 

  • Epesse atau nama julukan adalah jenis yang ketiga. Nama ini diberikan jika seorang Elf melakukan suatu hal yang tidak biasa. Nama ini dapat diberikan oleh siapa saja, seringkali merupakan ungkapan kekaguman atau penghormatan. Dalam kasus-kasus tertentu, seorang Elf dapat memilih nama untuk dirinya sendiri yang disebut dengan kilmesse atau "nama sendiri". 
Nama mereka yang sebenarnya tetap adalah dua nama yang pertama, meskipun seorang Elf dapat dipanggil dengan menggunakan salah satu dari keduanya. Nama amilesse seorang Elf biasanya tidak digunakan oleh mereka yang tidak begitu mengenalnya. Setelah pengasingan bangsa Noldor ke Dunia Tengah dan pengadopsian bahasa Sindarin atas bahasa Quenya yang mereka pergunakan di Valinor, kebanyakan Elf Noldor mengadopsi nama terjemahan dalam bahasa Sindarin yang sepadan dengan salah satu nama mereka dalam bahasa Quenya. beberapa contoh :

  • Galadriel adalah terjemahan untuk Alatariel, epesse yang diberikan oleh Celeborn. Ataressenya adalah Artanis dan Amilessenya adalah Nerwen. 

  • Maedhros, putra pertama Fëanor, disebut Russandol oleh saudara-saudaranya karena rambutnya yang bewarna perunggu. Ataressenya adalah Nelyafinwe (Finwe ketiga - ayahnya, Feanor, memiliki ataresse Curufinwe) dan Amilessenya adalah Maitimo. Maedhros adalah penerjemahan ke dalam bahasa Sindarin sebagian dari amilesse dan epessenya Finrod biasanya disebut dengan Felagund, epesse yang diberikan oleh para Dwarf (aslinya Felakgundu). 

  • Finrod mengambil nama tersebut menjadi namanya, dan menjadikannya gelar kehormatan. 

  • Círdan (Pembuat Kapal) adalah epesse Elf Teleri ini. Nama aslinya (ataressenya) yang jarang disebutkan ialah Nowe.

Troll

Troll adalah makhluk gaib dalam mitologi Norse dan cerita rakyat Skandinavia. Asal-usul, salah satu arti dari istilah troll adalah sinonim negatif untuk jötunn (jötnar jamak), makhluk dalam mitologi Norse, meskipun kata itu juga digunakan mengenai penyihir, berserkers dan berbagai tokoh magis jahat. Dalam berbagai sumber Norse Lama, menggambarkan Troll tinggal di bebatuan yang terisolasi, gunung, dan gua, hidup bersama dalam keluarga kecil, dan jarang sekali membantu manusia.

Kemudian, dalam cerita rakyat Skandinavia, troll menjadi makhluk menurut mereka sendiri, di mana mereka tinggal jauh dari tempat tinggal manusia, tidak dikristenkan, dan dianggap berbahaya untuk manusia.
Tergantung wilayah dari mana Troll berasal, penampilan mereka sangat bervariasi; Troll mungkin jelek dan bodoh atau terlihat dan berprilaku seperti manusia, tanpa karakteristik terutama tentang mereka. Troll kadang-kadang terkait dengan landmark tertentu, yang kadang-kadang dapat dijelaskan karena Troll terbentuk karena terkena sinar matahari. Salah satu elemen yang paling terkenal dari cerita rakyat Skandinavia, troll digambarkan dalam berbagai media dalam budaya populer modern. Setara yang dalam cerita rakyat Shetland dan Orkney dikenal sebagai "Trow".

Mitologi Norse
 Dalam mitologi Nordik, troll, seperti thurs adalah istilah yang diterapkan untuk jötnar, dan disebutkan ke seluruh korpus Norse Lama. Dalam sumber-sumber Norse Lama, troll dikatakan tinggal di pegunungan terisolasi, batu, dan gua, kadang-kadang hidup bersama (biasanya sebagai ayah-anak dan atau ibu dan anak), dan jarang digambarkan sebagai sesuatu yang berguna atau ramah. Dalam Prosa Edda buku Skáldskaparmál, skenario menggambarkan pertemuan antara seorang wanita troll tidak disebutkan namanya dalam abad ke-9 skald dengan Bragi Boddason. Menurut sebagian,  pada larut malam, Bragi sedang mengemudi melalui "hutan tertentu" kemudian seorang wanita troll agresif bertanya siapa dia, dalam proses menggambarkan dirinya:
Bragi merespon pada gilirannya, menggambarkan dirinya sendiri dan kemampuannya sebagai skald terampil, sebelum skenario berakhir.

Ada banyak kebingungan dan tumpang tindih dalam penggunaan istilah Norse jötunn, troll, þurs dan risi, yang menggambarkan berbagai makhluk. Lotte Motz berteori bahwa ini adalah awalnya empat kelas yang berbeda dari makhluk; penguasa alam (jötunn), penyihir mitos (troll), monster bermusuhan (þurs) dan makhluk heroik dan sopan (risi) - kelas terakhir menjadi penambahan termuda. Ármann Jakobsson menyebut teori ini "tidak didukung oleh bukti yang meyakinkan". Dia telah pergi untuk mempelajari contoh Norse Tua troll dan telah menyimpulkan bahwa pada Abad Pertengahan, istilah ini digunakan untuk menunjukkan berbagai makhluk seperti raksasa atau penghuni gunung, penyihir, orang normal yang kuat atau besar atau orang jelek, roh jahat, hantu, blámaðr, babi hutan magis, orang kafir setengah dewa, iblis, brunnmigi atau mengamuk.

Cerita Rakyat Skandinavian

 Kemudian, dalam cerita rakyat Skandinavia, troll menjadi didefinisikan sebagai suatu jenis makhluk. Banyak cerita tentang troll dicatat, di mana mereka sering digambarkan sebagai orang yang sangat tua, sangat kuat, tapi lambat dan bodoh, dan pada waktu yang digambarkan sebagai pemangsa manusia dan menjadi batu jika terkena dengan sinar matahari. Namun, troll juga dibuktikan dengan banyak yang meilhat Troll seperti manusia, tanpa penampilan yang mengerikan tentang mereka, tetapi di mana mereka berbeda dalam arti mereka tinggal jauh dari tempat tinggal manusia, dan, tidak seperti dan näck - yang dibuktikan sebagai "makhluk soliter", troll umumnya memiliki "beberapa bentuk organisasi sosial". Di mana mereka berbeda, Lindow menambahkan, adalah bahwa mereka bukan Kristen, dan mereka yang bertemu dengan mereka tidak tahu mereka. Oleh karna itu Troll berada di ujung bahaya, tanpa memandang seberapa baik mereka bergaul dengan masyarakat Kristen, dan troll menunjukkan kebiasaan bergtagen ('penculikan'; harfiah "pengambilan gunung") dan menduduki sebuah peternakan atau real. Sambil mengingatkan bahwa etimologi dari kata "troll" masih belum pasti, John Lindow kemudian mendefinisikan troll ke dalam cerita rakyat Swedia sebagai "makhluk alam" dan sebagai "semua tujuan makhluk dunia lain, yang setara, misalnya, peri di Tradisi Anglo-Celtic" dan bahwa mereka "oleh karena itu muncul dalam legenda migrasi berbagai kolektif di mana sifat-makhluk yang menyerukan". Lindow mencatat bahwa troll kadang-kadang bertukar barang untuk seekor kucing dan "orang kecil" dalam catatan cerita rakyat. 

Rakyat Skandinavian percaya bahwa petir dapat membuat Troll ketakutan dan jötnar muncul dalam berbagai cerita rakyat Skandinavia, dan mungkin merupakan cerminan akhir dari peran dewa Thor dalam memerangi makhluk tersebut. Sehubungan, kurangnya troll dan jötnar modern Skandinavia kadang-kadang dijelaskan sebagai akibat dari "akurasi dan efisiensi dari sambaran petir". Selain itu, tidak adanya troll di daerah Skandinavia digambarkan dalam cerita rakyat sebagai sebuah "konsekuensi dari din konstan lonceng gereja". Cincin ini menyebabkan troll berangkat ke negeri lain, meskipun bukan tanpa perlawanan; tradisi banyak menceritakan bagaimana troll menghancurkan gereja dalam pembangunan atau menerjangkan batu-batu besar ke gereja. Batu lokal yang besar kadang-kadang digambarkan sebagai hasil dari melemparan troll. Selain itu, sampai abad 20, asal-usul landmark Skandinavia tertentu, seperti batu yang dianggap berasal dari troll yang mungkin, telah berubah menjadi batu setelah terpapar sinar matahari.

Troll yang kecil dibuktikan hidup didalam gundukan pemakaman dan di pegunungan dalam cerita rakyat Skandinavia.Di Denmark, makhluk ini tercatat sebagai troldfolk ("kaum-troll"), bjergtrolde ("gunung-troll"), atau bjergfolk ("gunung-rakyat") dan di Norwegia juga sebagai troldfolk ("kaum-troll") dan tusser. Troll dapat digambarkan berukuran kecil, mirip manusia atau setinggi manusia tergantung pada daerah asalnya dari cerita. James MacCulloch berteori hubungan antara Norse Lama vættir dan troll, berteori bahwa kedua konsep tersebut berasal dari (atau pada akhirnya berasal dari) roh-roh orang mati.

Kraken

Mungkin tidak ada monster legendaris yang lebih mengerikan dibandingkan dengan Kraken, penguasa lautan yang membuat para pelaut bergidik ketakutan. Apa yang menarik dari legenda Kraken adalah adanya kemungkinan kalau legenda ini mungkin memang berdasarkan pada sesuatu yang nyata.


Kraken adalah seekor monster yang digambarkan sebagai makhluk raksasa yang berdiam di lautan wilayah Islandia dan Norwegia. Makhluk ini disebut sering menyerang kapal yang lewat dengan cara menggulungnya dengan tentakel raksasanya dan menariknya ke bawah.

Kata Kraken sendiri berasal dari Kata "Krake" dari bahasa Skandinavia yang artinya merujuk kepada hewan yang tidak sehat atau sesuatu yang aneh. Kata ini masih digunakan di dalam bahasa jerman modern untuk merujuk kepada Gurita.


Begitu populernya makhluk ini sampai-sampai ia sering disinggung di dalam film-film populer seperti Pirates of the Caribbean atau Clash of The Titans. Jika ada makhluk raksasa penguasa lautan, maka Krakenlah namanya.

Karakter Kraken
Kita mungkin mengira Kraken hanyalah sebuah bagian dari dongeng, namun sebenarnya tidak demikian. Sebutan Kraken pertama kali muncul dalam buku Systema Naturae yang ditulis Carolus Linnaeus pada tahun 1735.

Mr. Linnaeus adalah orang yang pertama kali mengklasifikasi makhluk hidup ke dalam golongan-golongannya. Dalam bukunya itu, ia mengklasifikasikan Kraken ke dalam golongan Chepalopoda dengan nama latin Microcosmus. Jadi, boleh dibilang kalau Kraken memiliki tempat di dalam sains modern.

Erik Ludvigsen Pontopiddan, Uskup Bergen yang juga seorang naturalis, pernah menulis di dalam bukunya Natural History of Norway yang terbit tahun 1752 kalau Kraken "tidak bisa disangkal, adalah monster laut terbesar yang pernah dikenal".

Menurut Pontopiddan, Kraken memiliki ukuran sebesar sebuah pulau yang terapung dan memiliki tentakel seperti bintang laut. Ia juga menyebutkan kalau makhluk ini bisa menggulung kapal yang lewat dengan tentakelnya dan menariknya ke dasar lautan. Namun, menurut Pontopiddan, bahaya terutama dari Kraken adalah riak air yang dashyat ketika ia menyelam ke dalam laut. Riak itu bisa menenggelamkan kapal yang ada di dekatnya.

Menariknya, selain menggambarkan Kraken sebagai makhluk yang berbahaya, Pontopiddan juga menulis mengenai sisi lain dari makhluk misterius ini. Ia menyebutkan kalau ikan-ikan di laut suka berada di dekat Kraken. Karena itu juga, para nelayan Norwegia yang mengetahui hal ini suka mengambil risiko untuk menangkap ikan dengan membawa kapalnya hingga berada tepat di atas Kraken.

Jika mereka pulang dengan membawa hasil tangkapan yang banyak, para penduduk desa tahu kalau para nelayan tersebut pastilah telah menangkap ikan tepat di atas Kraken.

Sejak lama, makhluk ini hanya dianggap sebagai bagian dari Mitologi kuno yang setara dengan sebuah dongeng. Namun ketika sisa-sisa bangkai monster ini terdampar di pantai Albaek, Denmark, Pada tahun 1853, para ilmuwan mulai menyadari kalau legenda mengenai Kraken mungkin memang berdasarkan pada sesuatu yang nyata, yaitu cumi-cumi raksasa (Giant Squid), cumi-cumi kolosal (Colossal Squid) atau Gurita raksasa (Giant Octopus).

Seberapa besarkan seekor cumi atau gurita bisa bertumbuh?

Benarkan mereka bisa menyerang sebuah kapal besar seperti yang digambarkan di film-film?

Penampakan Signifikan
Pada tahun 1801, Pierre Denys de Montfort yang menyelidiki subjek mengenai Kraken menemukan kalau di Kapel St.Thomas di St.Malo, Brittany, Perancis, ada sebuah lukisan yang menggambarkan seekor gurita raksasa sedang menyerang sebuah kapal dengan cara menggulungnya dengan tentakelnya. Insiden yang tergambar dalam lukisan tersebut ternyata berdasarkan pada peristiwa nyata.

Dikisahkan kalau kapal tersebut adalah kapal Norwegia yang sedang berada di lepas pantai Angola. Ketika mendapatkan serangan tak terduga tersebut, para pelaut di atas kapal lalu membuat sebuah kaul untuk St.Thomas yaitu jika mereka dapat terlepas dari bahaya ini, mereka akan melakukan perjalanan ziarah.

Para awak kapal kemudian mengambil kapak dan mulai melawan monster itu dengan memotong tentakel-tentakelnya. Monster itupun pergi. Sebagai pemenuhan atas kaul itu, para awak kemudian mengunjungi Kapel St.Thomas di Britanny dan menggantung lukisan itu sebagai ilustrasi atas peristiwa yang menimpa mereka.

Sayangnya, peristiwa yang menimpa para pelaut itu tidak diketahui persis tahun terjadinya. Namun, paling tidak, penyerangan monster raksasa terhadap sebuah kapal tidak bisa dibilang sebagai mitos semata.

Selain kisah lukisan di Kapel St.Thomas, Mr.Monfort juga menceritakan perjumpaan lain dengan makhluk serupa cumi atau gurita raksasa yang dialami oleh kapten Jean-Magnus Dens dari Denmark yang bertemu dengan makhluk itu juga di lepas pantai Angola. Makhluk raksasa itu menyerang kapal mereka dan bahkan berhasil membunuh tiga awaknya.

Para awak kapal yang lain tidak tinggal diam dan segera mengambil meriam dan menembakkannya ke monster itu berulang-ulang hingga ia menghilang ke dalam lautan.

Kapten Dens memperkirakan monster itu memiliki panjang 11 meter.

Kisah lain terjadi pada tanggal 30 November 1861. Ketika sedang berlayar di kepulauan Canary, para awak kapal Perancis, Alencton, menyaksikan seekor monster laut raksasa berenang tidak jauh dari kapal. Para pelaut segera menyiapkan peluru dan mortir yang kemudian ditembakkannya ke arah monster itu.

Monster yang ketakutan dengan segera berenang menjauh. Namun, kapal Alencton segera diarahkan untuk mengejarnya. Ketika mereka berhasil mendekatinya, garpu-garpu besi segera dihujamkan ke tubuh monster itu dan jaring segera dilemparkan. Ketika para awak mengangkat jaring itu, tubuh monster itu patah dan hancur yang kemudian segera jatuh ke dalam air dengan menyisakan hanya sebagian dari tentakelnya.

Ketika kapal itu mendarat dan tentakel itu diperlihatkan kepada komunitas ilmuwan, mereka sepakat kalau para awak kapal mungkin telah menyaksikan seekor cumi raksasa dengan panjang sekitar 8 meter.

Pada bulan Oktober 1873, seorang nelayan bernama Theophile Piccot dan anaknya berhasil menemukan tentakel cumi raksasa di Newfoundland. Setelah diukur, para peneliti menyimpulkan kalau hewan itu kemungkinan memiliki panjang hingga 11 meter.

Pada tahun 1924, Frank T.Bullen menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Cruise of the Chacalot. Dalam buku ini, Bullen menceritakan sebuah kisah luar biasa yang disebut terjadi pada tahun 1875. Kisah ini membuat Kraken mendapatkan musuh abadinya, yaitu Paus Penyembur (Sperm Whale).

Menurut Bullen, pada tahun 1875 ia sedang berada di sebuah kapal yang sedang berlayar di selat Malaka. Ketika malam bulan purnama, ia melihat ada sebuah riakan besar di air.

"Ada gerakan besar di dalam laut saat purnama. Aku meraih teropong malam yang selalu siap di gantungannya. Aku melihat seekor paus penyembur besar sedang terlibat perang hebat dengan seekor cumi-cumi yang memiliki tubuh hampir sebesar paus itu. Kepala paus itu terlihat lincah seperti tangan saja layaknya. Paus itu terlihat sedang menggigit tentakel cumi itu dengan sistematis. Di samping kepalanya yang hitam, juga terlihat kepala cumi yang besar. Mengerikan, aku tidak pernah membayangkan ada cumi dengan kepala sebesar itu."
Mendengar kesaksian Bullen, kita mungkin tergoda untuk mengatakan kalau ia membesar-besarkan atau mungkin mengarangnya saja. Namun, pada Oktober 2009, komunitas ilmuwan menyadari kalau kisah yang diceritakan Bullen mungkin memang bukan sekedar cerita fiksi. Cumi raksasa memang bermusuhan dengan Paus Penyembur.

Di wilayah perairan di pulau Bonin di Jepang, para peneliti kelautan berhasil mendapatkan foto-foto langka yang memperlihatkan seekor paus penyembur sedang menyantap seekor cumi raksasa yang diperkirakan memiliki panjang 9 meter.


Dendam lama tidak pernah berakhir.

Giant Squid, Colossal Squid dan Giant Octopus
Sekarang, mari kita sedikit mengenal lebih jauh tiga teman raksasa kita yang mungkin telah memicu legenda Kraken. Saya akan mulai dari Giant Squid atau Cumi raksasa.

Giant Squid atau Cumi-cumi raksasa
Giant Squid atau cumi-cumi raksasa yang berasal dari genus Architeuthis ini memiliki 8 spesies dan diketahui bisa memiliki panjang hingga 13 meter bagi yang betina dan 10 meter untuk yang jantan. Ukuran ini dihitung dari sirip caudal hingga ujung tentakelnya. Namun, ukuran cumi ini bisa jadi lebih besar daripada yang diperkirakan.

Pada tahun 1880, potongan tentakel ditemukan di Selandia Baru dan diperkirakan merupakan milik dari cumi raksasa yang memiliki panjang 18 meter. Ukuran yang sangat luar biasa!


Ide kalau seekor cumi raksasa bisa menenggelamkan sebuah kapal mungkin terdengar mengada-ngada pada zaman ini. Namun, pada abad pertengahan, ukuran kapal tidak sebesar yang kita miliki sekarang. Contohnya, kapal Columbus yang bernama Pinta hanya memiliki panjang 18 meter. Sebuah cumi sepanjang 10-15 meter sudah bisa dipastikan dapat menyerang dan menenggelamkan kapal ini dengan mudah.


Perilaku giant Squid ini hampir tidak pernah dikenal sebelumnya hingga pada tahun 2004 ketika para ilmuwan Jepang berhasil mendapatkan 556 foto makhluk ini dalam keadaan hidup. Cumi-cumi tersebut terperangkap dalam sebuah jebakan yang dibuat. Ketika ia berhasil lolos, salah satu tentakelnya yang memiliki panjang 5,5 meter putus. Dari panjang ini, para ilmuwan tersebut memperkirakan kalau makhluk itu memiliki panjang 8 meter.

Colossal Squid atau Cumi Kolosal
Apabila kita mengira Cumi raksasa sudah memiliki ukuran yang luar biasa, maka, perkenalkan makhluk yang satu ini, Colossal Squid atau Cumi kolosal.

Makhluk ini memiliki nama latin Mesonychoteuthis hamiltoni dan para ilmuwan percaya kalau makhluk ini bisa bertumbuh hingga paling tidak memiliki panjang 14 meter. Ini membuatnya menjadi hewan invertebrata terpanjang di dunia. Walaupun demikian, para ilmuwan tidak bisa memastikan hingga seberapa panjang hewan ini bisa bertumbuh.

Mengenai Colossal Squid, Dr.Steve O'Shea, ahli cumi dari Auckland University berkata:

"Sekarang kita tahu kalau makhluk ini memiliki ukuran yang lebih besar dibanding Giant Squid. Giant Squid bukan lagi cumi terbesar di luar sana. Sekarang kita memiliki sesuatu yang lebih besar. Bahkan bukan cuma sekedar besar, tetapi benar-benar jauh lebih besar."


Colossal Squid di foto di atas ditangkap di Laut Ross dan memiliki panjang mantel 2,5 meter. Ukuran ini termasuk luar biasa karena Giant Squid terbesar yang diketahui hanya memiliki panjang mantel 2,25 meter. Lagipula, Colossal Squid di atas dipercaya masih dapat bertambah panjang hingga mencapai ukuran yang jauh lebih besar.

Jika ada Kraken di luar sana, maka bisa dipastikan kalau Colossal Squid adalah tersangka paling utamanya.

Lalu, apa bedanya Giant Squid dan Colossal Squid?

Giant Squid hanya memiliki tentakel yang memiliki lubang penghisap dan gigi-gigi kecil, sedangkan Colossal Squid memiliki tentakel yang juga dilengkapi dengan kait yang tajam. Beberapa kait bahkan memiliki 3 ujung.

Selain dua jenis Cumi-cumi di atas, makhluk yang satu ini juga memiliki tentakel dan bisa bertumbuh dalam ukuran yang luar biasa, yaitu Giant Octopus.

Giant Octopus atau Gurita Raksasa
Giant Octopus atau gurita raksasa bisa bertumbuh hingga memiliki panjang 9 meter. Panjang ini cukup membuatnya menjadi monster yang ditakuti oleh para pelaut. Makhluk inilah yang dipercaya Monfort sebagai monster yang menyerang para pelaut Norwegia di lepas pantai Angola yang lukisannya tergantung di Kapel St.Thomas.

Bangkai ini terdampar di pantai St.Augustine, Florida tahun 1896. Dipercaya sebagai Giant Octopus


Pada masa kini, teori mengenai Cumi atau Gurita raksasa dianggap sebagai penjelasan yang paling masuk akal mengenai legenda Kraken.

Jika kita beranggapan kalau legenda Eropa yang mengatakan kalau Kraken memiliki ukuran sebesar sebuah pulau sebagai "membesar-besarkan", maka mungkin misteri Kraken memang sudah terpecahkan.

Flying Dutchman

Menurut cerita dongeng, The Flying Dutchman adalah kapal hantu yang tidak akan pernah bisa berlabuh, tetapi harus mengarungi "tujuh lautan" selamanya. Flying Dutchman selalu terlihat dari jauh, kadang-kadang disinari dengan cahaya hantu.

Asal-Usul 
Menurut cerita rakyat, The Flying Dutchman adalah kapal hantu yang tidak akan pernah bisa berlabuh, tetapi harus mengarungi “tujuh lautan” selamanya. Flying Dutchman selalu terlihat dari kejauhan, kadang-kadang disinari dengan sorot cahaya redup. Banyak versi dari cerita ini.
Menurut beberapa sumber, Legenda ini berasal dari Belanda, sementara itu yang lain meng-claim bahwa itu berasal dari sandiwara Inggris The Flying Dutchman (1826) oleh Edward Fitzball dan novel “The Phantom Ship” (1837) oleh Frederick Marryat, kemudian di adaptasi ke cerita Belanda “Het Vliegend Schip” (The Flying Ship) oleh pastor Belanda A.H.C. Römer. Versi lainnya termasuk opera oleh Richard Wagner (1841) dan “The Flying Dutchman on Tappan Sea” oleh Washington Irving (1855). Beberapa sumber terpercaya menyebutkan bahwa pada abad 17 seorang kapten Belanda bernama Bernard Fokke (versi lain menyebut kapten “Ramhout Van Dam” atau “Van der Decken”) mengarungi lautan dari Belanda ke pulau Jawa dengan kecepatan luar biasa. Ia dicurigai meminta bantuan iblis untuk mencapai kecepatan tadi. Namun ditengah pelayarannya menuju Tanjung Harapan tiba-tiba cuaca buruk, sehingga kapal oleng. Lalu seorang awak kapal meminta supaya pelayaran dihentikan . Tetapi sang kapten tidak mau, lalu dia berkata “aku bersumpah tidak akan mundur dan akan terus menembus badai untuk mencapai kota tujuanku, atau aku beserta semua awak kapalku akan terkutuk selamanya” Tiba -tiba badai menghantam kapal itu sehingga mereka kalah melawan alam. Dan terkutuklah selama-lamanya Sang Kapten bersama para anak kapalnya itu menjadi jasad hidup dan berlayar di tujuh lautan untuk selama-lamanya.

Konon, Kapal tersebut dikutuk untuk melayari 7 samudera sampai akhir zaman. lalu cerita itu menyebar sangat cepat ke seluruh dunia. Sumber lain juga menyebutkan munculnya penyakit berbahaya di kalangan awak kapal sehingga mereka tidak diijinkan untuk berlabuh dipelabuhan manapun . Sejak itu, kapal dan awaknya dihukum untuk selalu berlayar, tidak pernah berlabuh/menepi.
 Menurut beberapa versi, ini terjadi pada tahun 1641, yang lain menebak tahun 1680 atau 1729. Terneuzen (Belanda) disebut sebagai rumah sang legenda Flying Dutchman, Van der Decken, seorang kapten yang mengutuk Tuhan dan telah dihukum untuk mengarungi lautan selamanya, telah diceritakan dalam novel karya Frederick Marryat – The Phantom Ship dan Richard Wagner opera. Banyak saksi yang mengaku telah melihat kapal hantu ini. Pada tahun 1939 kapal ini terlihat di Mulkzenberg. Pada tahun 1941 seklompok orang di pantai Glencairn menyaksikan kapal berlayar yang tiba – tiba lenyap ketika akan menubruk batu karang. Penampakan The Flying Dutchman kembali terlihat oleh awak kapal laut militer M.H.S Jubilee di dekat Cape Town di bulan agustus 1942. Bahkan ada suatu catatan kisah tentang pelayaran Christoper Columbus, waktu itu awak kapal Columbus melihat kapal terkatung katung dengan layar mengembang. setelah itu awak yang pertama melihat langsung tewas seketika.
Mitos ahir-ahir ini juga mengisahkan apabila suatu kapal modern melihat kapal hantu ini dan awak kapal modern memberi signal, maka kapal modern itu akan tenggelam / celaka. Bagi seorang pelaut, pertemuan yang tak diduga dengan kapal hantu The Flying Dutchman akan mendatangkan bahaya bagi mereka dan konon, ada suatu cara untuk mengelak dari kemungkinan berpapasan dengan kapal hantu tersebut, yakni dengan memasangkan tapal kuda di tiang layar kapal mereka sebagai perlindungan.

Selama berabad – abad, legenda The Flying Dutchman menjadi sumber inspirasi para sastrawan dan novelis. Sejak tahun 1826 Edward Fitzball telah menulis novel The Pantom Ship (1837) yang diangkat dari pengalaman bertemu dengan kapal seram ini. Banyak pujangga terkenal seperti Washington Irving dan Sir Walter Scott juga tertarik mengangkat legenda ini. Istilah Flying Dutchman juga dipakai untuk julukan beberapa atlet sepakbola, terutama para pemain ternama asal Belanda. Ironisnya, bintang veteran negeri Orange, Dennis Bergkamp justru dikenal sebagai orang yang phobia atau takut untuk terbang, sehingga ia dijuluki The Non-Flying Dutchman. Beberapa Laporan Penampakan The Flysing Dutchman yang sempat didokumentasikan :

  • 1823 : Kapten Oweb , HMS Leven mengisahkan telah dua kali melihat sebuah kapal kosong terombang ambing ditengah lautan dari kejauhan , namun dalam sekejap mata kapal tersebut kemudian menghilang.
  • 1835 : Dikisahkan pada tahun itu , sebuah kapal berbendera Inggris yang terkepung oleh badai ditengah samudera, didatangi oleh sebuah kapal asing yang disebut-sebut sebagai Kapal Hantu The Flying Dutchman , kemudian secara tiba-tiba kapal asing tersebut mendekat dan seakan-akan ingin menabrak kapal mereka , namun anehnya sebelum keduanya saling berbenturan kapal asing tersebut kemudian lenyap seketika.
  • 1881 : Tiga orang anak kapal HMS Bacchante termasuk King George V telah melihat sebuat kapal tak berawak yang berlayar menentang arus kapal mereka. Keesokan harinya , salah seorang daripada mereka ditemui mati dalam keadaan yang mengerikan.
  • 1879 : Anak kapal SS Pretoria juga mengaku pernah melihat kapal hantu tersebut.
  • 1939 : kapal ini terlihat di Mulkzenberg , beberapa orang yang menyaksikannya terkejut kerana kapal usang tersebut tiba-tiba menghilang
  • 1941 : Beberapa saksi mata dipantai Glencairn melaporkan sebuah kapal usang yang menabrak batu karang dan terpecah belah , namun setelah dilakukan penyelidikan di TKP , tidak ada tanda-tanda dari bangkai kapal tersebut.
  • 1942 : Empat orang saksi telah melihat sebuah kapal kosong memasuki perairan Table Bay kemudian menghilang.Seorang pegawai telah mendokumentasikan penemuan tersebut di dalam catatan hariannya.
  • 1942 : Penampakan The Flying Dutchman kembali terlihat oleh awak kapal laut militer M.H.S Jubilee di dekat Cape Town di bulan agustus 1942
  • 1959 : Awak kapal Straat Magelhaen kembali melaporakan melihat sebuah kapal misterius yang terombang-ambing ditengah lautan dalam keadaan kosong dengan teleskopnya.(dipta)

Trunko

Trunko adalah julukan untuk hewan atau globster yang dilaporkan muncul di Margate, Afrika Selatan, tanggal 25 Oktober 1924, menurut artikel bertajuk "Ikan Seperti Beruang Kutub" yang terbit 27 Desember 1924, edisi Daily Mail London. Konon binatang itu terlihat pertama kali di lepas pantai saat sedang berkelahi dengan dua paus pembunuh (orca) selama tiga jam. Ia menggunakan ekornya untuk menyerang paus-paus tersebut dan menurut saksi mata, ia menyembulkan dirinya dari permukaan air sampai sekitar 20 kaki (6 m). Salah satu saksi mata, Hugh Ballance, mendeskripsikan hewan tersebut seperti "beruang kutub raksasa" menjelang akhir perkelahian.


Deskripsi
Bangkai hewan itu dilaporkan terdampar di pantai Margete, tetapi selama 10 hari tidak ada ilmuwan yang datang menginvestigasi bangkainya, sehingga tidak ada deskripsi tepercaya yang dipublikasikan. Sampai bulan September 2010, dianggap tidak ada yang foto-fotonya yang dipublikasikan. Beberapa orang yang tidak diketahui identitasnya melaporkan bahwa binatang tersebut memiliki rambut putih seperti salju, berbelalai seperti gajah, berekor mirip lobster, dan bangkainya bersih dari darah. Saat terdampar, hewan itu diukur oleh para pengunjung pantai dan dari hasilnya diketahui sekitar 47 kaki (14 m) panjangnya, lebar 10 kaki (3 m), dan tinggi 5 kaki (1.5 m), dengan panjang belalai 5 kaki (1.5 m), diameter belalai 14 in (36 cm), ekor 10 kaki (3 m), dan panjang rambut 8 in (20 cm). Konon belalainya langsung menempel pada torso hewan tersebut, karena tak ada kepala yang tampak pada bangkai tersebut. Karena ciri-cirinya, hewan tersebut disebut "Trunko" oleh kriptozoolog Inggris Karl Shuker dalam bukunya The Unexplained tahun 1996. Tanggal 27 Maret 1925, edisi Charleroi Mail, di Charleroi, Pennsylvania, sebuah artikel berjudul "Paus Dibunuh Oleh Monster Berbulu" melaporkan bahwa paus-paus terbunuh oleh hewan misterius yang kemudian terdampar dalam keadaan lemah lalu pingsan, namun hewan itu kembali ke laut setelah 10 hari, hingga tak pernah terlihat lagi.

Penjelasan
salah satu foto trunko yang diketahui
Banyak pendapat yang mencoba menjelaskan fenomena tersebut, dan dalam penjelasan yang umum dinyatakan bahwa Trunko adalah bangkai paus, hiu penjemur, atau hiu paus, yang tubuhnya membusuk sehingga tampak berbulu dan tercabik-cabik oleh paus pembunuh. Dalam penjelasan lain dinyatakan bahwa Trunko adalah penampakan suatu spesies paus yang baru, atau suatu hewan dari genus pinnipedia (singa dan anjing laut), atau mungkin sirenia (duyung dan manatee). Penjelasan yang lebih skeptik menyatakan bahwa itu adalah gajah laut selatan yang albino. Umumnya hewan itu dianggap sebagai kriptid, yang dipelajari dalam ilmu kriptozoologi. Tanggal 6 September 2010, ciri-ciri Trunko yang lama ditunggu akhirnya diungkapkan. Karl Shuker mengumumkan bahwa suatu foto Trunko telah ditemukan oleh kriptozoolog asal Jerman, Markus Hemmler di situs Margate Business Association, dan Shuker menyadari dari foto tersebut bahwa Trunko tak lebih merupakan sebuah globster, yakni suatu gumpalan raksasa, dengan lapisan lemak mengandung kolagen yang kadangkala tersisa saat seekor paus mati sedangkan tengkorak dan kerangkanya terpisah dari kulit dan tenggelam ke dasar laut. Foto tersebut diambil oleh fotografer asal Johannesburg, A. C. Jones, yang pergi melihat-lihat bangkai Trunko saat hewan itu terdampar. Tiga hari kemudian, Shuker mengungkapkan bahwa dirinya dan Hemmler secara bebas menemukan dua foto Trunko yang lain yang dipotret oleh Jones dan telah dipublikasikan pada Agustus 1925 dalam Wide World Magazine. Foto-foto close-up tersebut menampilkan sosok globster yang klasik, menegaskan bagaimana identifikasi Trunko oleh Shuker, dan secara jelas mengungkapkan bahwa 'rambut' putihnya adalah serat jaringan ikat yang terekspos. Penampakan Trunko yang dilihat orang-orang dianggap bahwa sesungguhnya itu merupakan dua paus pembunuh di kejauhan yang sedang melontarkan bangkai tersebut sebagaimana kebiasaan mereka. Tanpa sengaja para pengamat di pantai Margate tertipu dan menganggapnya makhluk hidup. Maka, Trunko sebagai makhluk hidup yang berbulu putih dan berbelalai gajah sesungguhnya tidak pernah ada. Mungkin aspek paling mengejutkan dari pembeberan ini bahwa dua foto bangkai Trunko telah dipublikasikan dalam majalah terkenal tahun 1925, namun entah bagaimana hampir terlupakan oleh komunitas zoologi dan kriptozoologi hingga akhirnya terungkapkan 85 tahun kemudian. Bulan Maret 2011, foto Trunko keempat ditemukan dalam sebuah arsip di Museum Margate di Afrika Selatan oleh Bianca Baldi.

Pegasus

Pegasus (Yunani: Πήγασος; Pégasos) adalah seekor kuda jantan bersayap yang merupakan putra Poseidon dan Medusa dalam mitologi Yunani. Poseidon memperkosa Medusa sehingga Athena mengubah Medusa menjadi monster. Pegasus banyak dijumpai di dalam karya-karya seni baik Yunani, Romawi maupun Mesopotamia. Pegasus merupakan makhluk yang wujudnya menggambarkan adanya hubungan antara dewa-dewa dan iblis atau monster di dalam dunia kuno dan dunia klasik. Pegasus membantu Bellerofon sang pahlawan dalam perlawanannya melawan Chimaera dan bangsa Amazon. Suatu ketika, Bellerofon mencoba menerbangkan pegasus ke Olympus sehingga para dewa menghukumnya dan
menjatuhkan Bellerofon dari Pegasus. Sejak saat itu, Pegasus menjadi pembawa petir untuk Zeus. Kata "pegasus” kini digunakan untuk merujuk kepada segala macam kuda bersayap secara umum.

Etimologi
Penyair Hesiod menghubungkan nama Pegasus dengan kata untuk "mata air", pēgē: " pegai Okeanos, dimana Okeanos dilahirkan;" tetapi, asal usul nama pegasus kemungkinan berasal dari kata dari Bahasa Luvian: pihassas, bermakna "petir".

Monster Stronsay

sketsa stronsay
Monster Stronsay adalah bangkai besar misterius atau globster yang terdampar di pesisir pulau Stronsay (waktu itu dieja Stronsa), di Kepulauan Orkney, sehabis badai yang terjadi tanggal 25 September 1808. Bangkai tersebut memiliki panjang 55 kaki, namun karena bagian ekornya tampak hilang, sesungguhnya ukurannya lebih panjang daripada itu (Catatan Wernerian Society, 1808–1810, Perpustakaan, Royal Museum, Edinburgh)

Identifikasi
Natural History Society (Wernerian Society) Edinburgh tidak mampu mengidentifikasi bangkai tersebut dan memutuskan bahwa itu adalah spesies baru,
kemungkinan sejenis naga laut. Kemudian ahli anatomi Sir Everard Home di London menolak hasil pengukuran, menyatakan bahwa ukurannya pasti sekitar 36 kaki, dan mempertimbangkannya sebagai bangkai hiu penjemur yang membusuk (bangkai hiu penjemur dapat menyerupai bentuk 'plesiosaurus semu' saat mengalami pembusukan). Tahun 1849, profesor asal Skotlandia, John Goodsir di Edinburgh membuat kesimpulan yang sama. Bagaimanapun, ukuran hiu penjemur terbesar dari catatan tepercaya menyatakan panjangnya 40 kaki, sehingga dengan panjang 55 kaki, makhluk misterius di Stronsay masih merupakan teka-teki bidang kriptozoologi.

Ciri-Ciri
  • Panjang Monster Stronsay adalah 55 kaki, diukur oleh tiga saksi (salah satunya merupakan tukang kayu dan yang lainnya merupakan petani). 
  • Lebarnya 4 kaki dan memiliki keliling sekitar 10 kaki. 
  • Memiliki tiga pasang 'kaki' atau 'kepak'. 
  • Kulitnya halus saat diraba dari kepala ke ekor dan kasar saat diraba dari ekor ke kepala. 
  • Di tepi siripnya terdapat bulu kejur dan tengkuknya dipenuhi bulu kejur di sepanjang punggung. 
  • Bulu kejurnya menyala dalam gelap saat basah. 
  • Isi perutnya berwarna merah.

Penjelasan
Yvonne Simpson, ahli genetika dari Orkney, telah meneliti bukti-bukti dan menyatakan bahwa mungkin sebenarnya Monster Stronsay adalah seekor hiu penjemur besar yang tak lazim, atau mungkin suatu spesies hiu yang tak diketahui yang memiliki hubungan biologis yang dekat dengan hiu penjemur. Gambar bangkai Monster Stronsay yang membusuk mirip dengan bentuk dan ukuran penggambaran "Nessie" yang terkenal. Monster itu dideskripsikan bertulang rawan daripada bertulang padat, yang sejenis dengan hiu atau hewan terkait, dan bukan plesiosaurus maupun paus. Tiga pasang anggota badannya mungkin merupakan klasper hiu jantan, namun biasanya ukuran yang jantan lebih kecil daripada milik betina dari spesies yang sama. Ada kemungkinan bahwa makhluk tersebut merupakan anggota familia regalecidae (oarfish) yang menunjukkan perbedaan yang sama.

sumber

Monster Laut

Monster laut adalah makhluk mitis yang menghuni lautan, seringkali diyakini berukuran amat besar. Monster lautan dapat berwujud beraneka ragam, meliputi naga laut hingga monster berlengan banyak. Wujudnya bisa mulus atau bersisik dan seringkali digambarkan mengancam kapal-kapal atau menyemburkan air. Definisi tentang "monster" bersifat subjektif, dan beberapa monster laut mungkin saja merupakan hewan-hewan yang dikenal secara ilmiah namun dilebih-lebihkan, misalnya paus dan jenis cumi-cumi raksasa dan cumi-cumi kolosal.

Penampakan dan Legenda
Secara historis, gambar dekoratif lumba-lumba dan monster laut sering digunakan dalam penggambaran peta, misalnya Carta Marina. Praktik ini berakhir seiring dimulainya kartografi modern. Meskipun demikian, kisah-kisah monster laut dan kesaksian orang-orang yang mengklaim telah melihat makhluk tersebut masih ada hingga kini. Penampakan demikian seringkali dihimpun dan diteliti oleh ahli folklor dan kriptozoolog.


Kisah monster laut hampir dapat ditemukan di semua budaya yang memiliki kedekatan dengan laut. Sebagai contoh, Avienus menceritakan bahwa dalam perjalanan penjelajah Kartago bernama Himilco, "...ada monster dari kedalaman lautan, dan para makhluk buas berenang perlahan di bawah kapal yang bergerak perlahan." (baris 117-29 dari Ora Maritima). Sir Humphrey Gilbert mengklaim telah menjumpai monster mirip singa dengan "mata membelalak" dalam perjalanan pulangnya setelah secara resmi mengklaim St. John's, Newfoundland (1583) sebagai milik Inggris. Kisah lain mengenai perjumpaan dengan monster laut berawal dari bulan Juli 1734. Hans Egede, misionaris Denmark-Norwegia, melaporkan bahwa dalam perjalanannya menuju Gothaab/Nuuk di pesisir barat Greenland, ia mengamati:

sesosok makhluk yang sangat mengerikan, tidak menyerupai apapun yang pernah mereka lihat sebelumnya. Monster itu mengangkat kepalanya sangat tinggi sehingga tampak lebih tinggi daripada menara pengintai di tiang kapal. Kepalanya kecil dan tubuhnya pendek dan berkeriput. Makhluk misterius itu menggunakan sirip besarnya untuk mendorong tubuhnya di dalam air. Kemudian para pelaut melihat ekornya juga. Monster itu lebih panjang daripada kapal kami.

Laporan lain diketahui dari Samudra Pasifik, Hindia dan Selatan (Heuvelmans:1968). Perkembangan terkini meliputi dua bunyi misterius, "Bloop" dan "Slow Down" yang terekam oleh peralatan hidrofonik tahun 1997 dan tidak terdengar setelah itu. Jika mengamati ciri-ciri suara tersebut sebagai bunyi hewan, terasa terlalu besar untuk dihasilkan oleh seekor paus. Penyelidikan sejauh ini masih belum memperoleh kesimpulan. Sosok monster laut yang sesungguhnya masih menjadi perdebatan. Beberapa kemungkinan meliputi hiu rumbai, hiu penjemur, oarfish, cumi-cumi raksasa, seiche, atau paus. Contohnya Ellis (1999) berpendapat bahwa mungkin monster yang dilihat Egede adalah cumi-cumi raksasa. Hipotesis lainnya adalah bahwa monster masa sekarang adalah spesimen reptil laut raksasa yang masih hidup, misalnya ikhtyosaurus atau plesiosaurus, dari Periode Jura dan Kapur, atau paus yang sudah punah seperti Basilosaurus. Badai tropis seperti hurikan atau topan mungkin juga merupakan asal mula kisah monster laut, terutama karena kisah kerusakan kapal.

Dugaan Bangkai Monster Laut

Bangkai hiu penjemur yang diduga sebagai sisa plesiosaurus yang masih hidup sejak zaman prasejarah, dijerat oleh kapal nelayan Jepang tahun 1977 di lepas pantai Selandia Baru.
Bangkai monster laut telah dilaporkan sejak zaman dulu (Heuvelmans:1968). Globsters (bangkai tak dikenal yang terdampar di pesisir) seringkali menimbulkan spekulasi keberadaan monster laut karena sulit diidentifikasi. Beberapa di antaranya menimbulkan kegemparan sebelum akhirnya terungkap bahwa itu hanyalah bangkai hewan yang lazim, misalnya paus atau hiu penjemur. Contoh kasus tersebut antara lain Trunko dan New Nessie. Tahun 1977, bangkai yang diduga sebagai plesiosaurus (reptil laut prasejarah) terjerat oleh kapal pukat Jepang bernama Zuiyō Maru di timur Selandia Baru sehingga menimbulkan sensasi. Media massa Jepang menyebutnya "New Nessie", berdasarkan kemiripan bentuknya dengan plesiosaurus yang menjadi model penampakan monster Loch Ness. Penemuan New Nessie juga diabadikan dalam perangko terbitan Brasil, sebelum akhirnya dinyatakan oleh FBI bahwa bangkai tersebut hanyalah bangkai hiu penjemur yang membusuk. Hal tersebut dibuktikan oleh tes DNA. Selain New Nessie, tes DNA juga memastikan bahwa bangkai yang diduga sebagai monster laut yang terdampar di Fortune Bay, Newfoundland bulan Agustus 2001, adalah paus sperma.

sumber

Naga Laut

Seekor naga laut dari buku Olaus Magnus
Dalam mitologi dan kriptozoologi, naga laut adalah sejenis monster laut yang sebagian atau seluruh tubuhnya berwujud seperti ular. Penampakan naga laut telah dilaporkan selama ratusan tahun, dan masih diklaim hingga sekarang. Kriptozoolog Bruce Champagne mengidentifikasi lebih dari 1.200 dugaan penampakan naga laut. Kini dipercaya bahwa penampakan tersebut dapat dijelaskan sebagai hewan yang masih bisa dikenali seperti regalecidae dan paus. Beberapa kriptozoolog berpendapat bahwa naga laut merupakan fosil hidup dari plesiosaurus, mosasaurus, atau reptil laut Mesozoikum lainnya; gagasan yang sering dihubungkan dengan monster danau seperti monster Loch Ness.

Dalam Mitologi

Naga laut Amerika pertama, dilaporkan dari Cape Ann, Massachusetts, tahun 1639.
Kisah naga laut telah ada sejak zaman dulu, dituturkan melalui mitos dan legenda. Dalam mitologi Nordik, Jörmungandr, atau "Midgarðsormr" adalah
naga laut yang sangat panjang, bahkan mampu melingkupi seluruh dunia, Midgard. Menurut beberapa kisah, para pelaut menyangka punggungnya sebagai rangkaian pulau-pulau. Naga laut juga sering muncul dalam folklor Skandinavia, terutama dari Norwegia. Menurut legenda, tahun 1028 M, Santo Olaf membunuh dan melempar seekor naga laut ke gunung Syltefjellet di Valldal, Norwegia; bekasnya masih bisa disaksikan hingga sekarang. Dalam Carta marina karya penulis Swedia Olaus Magnus, banyak disebutkan berbagai monster laut dengan beragam bentuk, termasuk naga laut raksasa. Selain itu, dalam karyanya tahun 1555, Sejarah Orang Utara, Magnus memberikan deskripsi mengenai naga laut Norwegia:

Mereka yang berlayar di sepanjang pantai Norwegia untuk berdagang dan menangkap ikan, menceritakan kisah mengesankan tentang bagaimana naga laut dengan ukuran mengerikan, sepanjang 200 kaki dan selebar 20 kaki, menghuni ceruk-ceruk dan gua-gua di luar wilayah Bergen. Pada malam terang di musim panas, naga-naga ini meninggalkan gua untuk memangsa anak sapi, domba, dan babi, atau pegi ke laut dan memakan ubur-ubur, kepiting, dan binatang laut sejenis. Makhluk itu memiliki rambut sepanjang satu hasta dari lehernya, bersisik hitam mengkilap dan mata merah menyala. Makhluk itu menyerang kapal, menjerat dan menelan orang, saat ia menyembulkan dirinya seperti tiang dari dalam air.

Naga laut dikenal dalam masyarakat bahari di Laut Tengah dan Timur Dekat, muncul dalam mitologi (Labbu dalam mitologi Babilonia) dan dalam catatan saksi mata (Historia Animalium karya Aristoteles). Dalam Aeneid dari Yunani, sepasang naga laut membunuh Laokoon dan putra-putranya saat Laokoon menentang penarikan kuda Troya ke kota Troya.

sumber

Anak-Anak Hijau Dari Woolpit

Anak-anak berkulit hijau dikisahkan muncul di Woolpit di Suffolk, Inggris, sekitar abad ke-12, kemungkinan selama masa pemerintahan Raja Stephen. Anak-anak tersebut, laki-laki dan perempuan, secara umum berpenampilan biasa kecuali kulitnya yang berwarna hijau. Mereka berbicara dalam bahasa yang tidak diketahui, dan hanya mau memakan kacang hijau. Akhirnya mereka belajar makan makanan lainnya dan warna hijau kulit mereka memudar, namun si anak lelaki menjadi sakit-sakitan dan meninggal tak lama setelah mereka dibaptis. Anak yang perempuan memulai hidup barunya, tetapi ia dianggap "agak bebas dan serampangan dalam bertingkah." Setelah ia belajar berbahasa Inggris, si anak perempuan menjelaskan bahwa ia dan saudaranya berasal dari Negeri St Martin, dunia bawah tanah yang penghuninya berwarna hijau.
Catatan agak kontemporer hanya terkandung dalam Chronicum Anglicanum karya Ralph dari Coggeshall dan Historia rerum Anglicarum karya William dari Newburgh, masing-masing ditulis sekitar tahun 1189 dan 1220. Antara masa itu dan penemuan kembali kisah itu pada pertengahan abad ke-19, anak-anak berkulit hijau tampaknya hanya muncul dalam karya Uskup Francis Godwin, The Man in the Moone, yang menceritakan catatan William dari Newburgh. Dua pendekatan telah mendominasi penjelasan tentang kisah anak-anak hijau: bahwa itu adalah cerita rakyat yang menggambarkan perjumpaan khayalan dengan penghuni dari dunia lain, kemungkinan dari bawah tanah atau bahkan kehidupan dari luar angkasa, atau itu merupakan kisah peristiwa sejarah yang diputarbalikkan. Kisah itu diakui sebagai kisah fantasi ideal oleh penyair anarkis dan kritikus Herbert Read dalam English Prose Style karyanya, diterbitkan tahun 1931. Kisah itu memberi inspirasi dalam satu-satunya novel karyanya, The Green Child, ditulis tahun 1934.

Sumber
Desa Woolpit merupakan sebuah daerah di Suffolk, Anglia Timur, sekitar 7 mil (11 km) timur kota Bury St Edmunds. Selama Abad Pertengahan desa itu menjadi terkenal berkat Biara Bury St Edmunds, dan merupakan salah satu bagian daerah paling padat penduduknya di pedesaan Inggris. Dua penulis, Ralph dari Coggeshall (meninggal tahun 1226) dan William dari Newburgh (sekitar 1136-1198), melaporkan kemunculan dua anak berkulit hijau yang misterius selama satu musim panas pada abad ke-12 di desa tersebut. Ralph merupakan seorang kepala biara di biara Sistersian di Coggeshall, sekitar 26 mil (42 km) selatan dari Woolpit. William juga merupakan seorang kanon di Priori Newburgh Augustinian, di bagian utara di Yorkshire. William menyatakan bahwa catatan kisah yang diberikan dalam bukunya Historia Rerum Anglicarum (1189) berdasarkan "laporan dari sejumlah sumber yang dapat dipercaya"; catatan kisah yang ditulis Ralph di Chronicum Anglicanum, ditulis beberapa waktu selama tahun 1220-an, dan menggabungkan informasi dari Sir Richard de Calne dari Wykes, yang kabarnya memberikan perlindungan kepada anak-anak hijau di kediamannnya, 6 mil (9,7 km) di utara Woolpit. Penjelasan yang diberikan oleh dua penulis ini berbeda dalam beberapa rincian.

Cerita
Suatu hari pada saat panen, menurut William dari Newburgh yang hidup selama pemerintahan Raja Stephen (1135-1154), para penduduk desa Woolpit menemukan dua anak yang merupakan kakak beradik, di samping sebuah lubang serigala yang memberikan julukan pada desa tersebut. Mereka berkulit hijau dan berbicara dengan bahasa yang tidak dikenal, serta mengenakan pakaian yang sangat asing. Ralph melaporkan bahwa anak-anak tersebut dibawa ke rumah Richard de Calne. Ralph dan William sependapat bahwa kakak beradik itu menolak semua makanan yang diberikan kepada mereka oleh orang-orang desa selama beberapa hari, sampai akhirnya mereka menemukan beberapa kacang hijau yang kemudian dikonsumsi dengan baik yang membuat mereka bersemangat. Lantas mereka menyesuaikan diri secara bertahap dengan makanan normal dan dalam waktu yang tidak lama mereka kehilangan warna hijau di kulit mereka. Kemudian salah satu anak yang lebih muda dari pasangan saudara itu menjadi sakit dan akhirnya meninggal tidak lama setelah mereka berdua dibaptis. Setelah satu anak yang tersisa berhasil mempelajari bahasa Inggris (Ralph mengatakan bahwa hanya anak perempuan dari pasangan saudara itu yang masih hidup), ia menjelaskan bahwa mereka berasal dari sebuah daerah yang tidak pernah disinari Matahari, melainkan cahaya seperti senja. William mengatakan anak-anak menyebut daerah mereka sebagai Taman St. Martin; Ralph menambahkan bahwa segala sesuatu yang ada di sana umumnya berwarna hijau. Menurut William, anak-anak tersebut tidak mampu menjelaskan kedatangan mereka di Woolpit. Mereka sedang menggembalakan ternak ayah mereka ketika mereka mendengar sebuah suara keras (menurut William, bel dari Bury St Edmunds), dan tiba-tiba mereka berada dalam sebuah lubang serigala tempat mereka ditemukan. Ralph mengatakan bahwa mereka secara tiba-tiba menghilang ketika mereka mengikuti ternak mereka menuju sebuah gua, dan setelah dibimbing oleh sebuah suara lonceng misterius, akhirnya mereka muncul di negeri Inggris. Masih menurut Ralph, akhirnya gadis itu dipekerjakan sebagai pelayan di rumah Richard de Calne selama bertahun-tahun, di sana ia dianggap sebagai "anak nakal dan sangat kurang ajar". Dia menikah dengan seorang pria dari King's Lynn, sekitar 40 mil (64 km) dari Woolpit, di mana Ralph mengatakan ia masih hidup tak lama sebelum Ralph menulis kisahnya. Berdasarkan pada penelitian ke dalam sejarah keluarga Richard de Calne, astronom dan penulis Duncan Lunan telah menyimpulkan bahwa gadis itu diberi nama "Agnes", dan ia menikah dengan seorang pejabat kerajaan bernama Richard Barre.

Peninggalan
Penyair anarkis dan kritikus Inggris Herbert Read menggambarkan cerita anak-anak hijau dalam karyanya English Prose Style, yang diterbitkan pada tahun 1931, sebagai "norma yang harus diikuti oleh semua jenis fantasi". Cerita anak hijau juga merupakan insprasi bagi novelnya, The Green Child, yang ditulis pada tahun 1934. Kevin Crossley-Holland pada tahun 1994 juga menulis adaptasi cerita anak hijau dari sudut pandang si anak perempuan hijau. Penulis John Macklin menyertakan sebuah kisah dalam bukunya yang terbit tahun 1965, berjudul Strange Destinies, mengenai dua anak hijau yang tiba di desa Banjos di Spanyol pada tahun 1887. Banyak rincian cerita tersebut yang mirip dengan cerita anak-anak hijau Woolpit, misalnya nama Ricardo de Calno, walikota Banjos yang berteman dengan dua anak itu. Namanya mirip dengan Richard de Calne. Dengan demikian nampaknya cerita Macklin adalah cerita rekaan yang terilhami oleh cerita anak-anak hijau dari Woolpit, khususnya karena tidak ada catatan mengenai desa di Spanyol yang bernama Banjos. Pada tahun 2002, penyair Inggris Glyn Maxwell menulis sebuah sandiwara sajak yang berdasarkan pada cerita anak-anak hijau. Sandiwara itu berjudul Wolfpit (nama awal untuk Woolpit) dan dipentaskan sekali di New York City. Dalam versi Maxwell, si anak perempuan hijau menjadi pelayan tuan tanah, sampai seorang asing bernama Juxon membelinya dan membebaskannya, lalu membawanya ke suatu tempat yang tidak diketahui. Cerita anak-anak hijau merupakan tema dari sebuah opera, yang diisi oleh anak-anak dan orang dewasa dan digubah oleh Nicola LeFanu pada tahun 1990; librettonya ditulis oleh Kevin Crossley-Holland.

sumber

Monster Loch Ness

Pada tahun 1990-an foto ini dibuktikan sebagai sebuah foto palsu.
Monster Loch Ness, kadang-kadang disebut dengan Nessie (Bahasa Skotlandia: Niseag), adalah hewan misterius dan belum teridentifikasi, atau sekelompok hewan, yang dianggap mendiami sebuah loch di Skotlandia, Loch Ness, loch air tawar terbesar (berdasarkan volume) di Inggris Raya. Nessie biasanya dikategorikan sebagai monster danau. Bersama dengan Bigfoot dan Yeti, Nessie adalah salah satu misteri yang sangat terkenal dari kriptozoologi. Sebagian besar ilmuwan dan para ahli lainnya menemukan bukti-bukti yang mendukung Nessie sebagai tidak cukup memadai dan menganggap laporan-laporan penampakannya sebagai hoax
atau salah identifikasi. Akan tetapi, masih banyak orang yang menganggap hewan ini benar-benar ada, dengan teori yang paling populer menggapnya sebagai seekor plesiosaurus yang tinggal di danau loch ness. Pada tanggal 31 Mei 2007, Gordon Holmes mengaku berhasil memvideokan monster Loch Ness yang selama ini menjadi teka-teki karena belum ada yang berhasil membuktikan keberadaannya. Namun yang paling menggemparkan adalah foto yang dibuat oleh Dr.Robert Kenneth Wilson pada 19 April 1934. Foto ini menampakkan sosok nessie secara jelas. Di situ nessie terlihat sedang menyembul dari permukaan air dengan menampakkan kepala dan lehernya yang panjang. Dari foto itu, berkembanglah berbagai dugaan tentang apa sebenarnya Nessie ini. Namun, ada juga yang meragukan apakah Nessie benar-benar ada. Orang-orang yang meragukan adanya nessie, antara lain, Alastair Boyd dan temannya David Martin. Mereka berdua menganggap foto Wilson palsu. Martin berhasil menemukan bukti bahwa foto Wilson sesungguhnya hanya lelucon saja. Setelah diselidiki, foto itu ternyata dibuat oleh Duke Wetherell dan putranya Ian. Nessie yang mereka foto pun palsu. Monster itu dibuat oleh putra tiri Duke yang bernama Spurling. Foto nessie palsu itu diserahkan Duke pada temannya, Chambers. Duke meminta Chambers membujuk Dr. Wilson agar menjualnya ke koran Daily Mail atas nama Dr. Wilson. Duke Wetherell sengaja memasukkan foto nessie itu untuk membalas dendam pada perusahaan koran Daily Mail. Koran Daily Mail telah menulis berita yang membuat Duke Wetherell malu. Pada tahun 1994, Martin berhasil menemui Spurling. Martin mengorek keterangan dan mendengar pengakuan Spurling tentang foto itu. Saat ditemui Martin, Spurling sudah berumur 93 tahun dan dia merasa bersalah telah membohongi banyak orang.

sumber

Misteri Sosok Wanita di Api Obor Monas?

"Apa yang ada diatas tugu Monas? Gambar apa yang terlihat dari lidah api di atas monas itu?"


Misteri Sosok Wanita di Api Obor Monas?  - Relief sejarah Indonesia di Taman Monas, Jakarta. Terlihat sosok Mahapatih Gadjah Mada berada dibarisan terdepan. Gadjah Mada memperingatkan kerajaan diluar kepulauan Nusantara agar tidak menyerang wilayah Nusantara setelah mereka berikrar untuk bersatu menjadi wilayah kepulauan terbesar di dunia.



Sosok perempuan sedang duduk simpuh dengan gerai rambutnya yang panjang. Rambut atasnya disimpul seperti sanggul kecil. Duduk menghadap langsung ke Istana Negara. Patung lidah api terbalut emas itu menggambarkan seorang perempuan. Ternyata bukan gambar abstrak lidah api semata.

Terlihat dari sisi sebelah kiri Monas di Jalan Medan Merdeka Barat sebelah utara, dekat dengan Istana Presiden. Patung bersosok perempuan itu sengaja dibuat dengan sebaik-baiknya agar orang yang melihatnya tidak mengetahuinya secara langsung, begitu hebatnya Bung Karno sebagai penggagas dan juga sang arsitek yang membuatnya.

Jika peradaban manusia mungkin bisa punah, maka paling tidak Indonesia sudah punya peninggalan berupa warisan para pemahat ulung di zaman moderen, pembuatan tahun 2000-an ini. Salah satunya ialah patung penari cantik di Monas, Dewi Pertiwi. Ukiran dan pahatannya sangat halus dan detail. (sources: wikipedia)

Presiden Soekarno juga sudah mengetahui sosok patung "tak terlihat" ini. Sosok perempuan itu sangat akurat mengarah ke istana Presiden. Jadi, disaat kita berada di halaman Istana Presiden, patung tersebut paling mudah untuk dikenali.
Sedangkan dari sisi lainnya akan susah untuk dikenali, apalagi jika anda ada di daerah Medan Merdeka Selatan, takkan terlihat – karena Anda hanya melihat punggungnya.

Apa tujuan pembuatan lidah api sebagai simbol semangat yang membara dengan sosok perempuan tersebut? Tiada orang yang tahu persis. Beberapa orang hanya beranggapan bahwa sosok itu dibuat karena Presiden Soekarno sangat menghormati perempuan. Atau mungkin juga sang arsitek sengaja membuatnya agar setiap Presiden Indonesia bisa melihat sang "Ratu" atau "Putri" atau "Dewi" ini ke arah nyala obor diatas monas.


Perancang relief ini mungkin juga bermaksud agar sang wanita layaknya menyemangati pekerjaan berat yang sedang diemban sang Presiden. Agar presiden tetap terpacu, tidak melunturkan tekadnya, tak mudah menyerah dan semangatnya tetap menyala untuk memakmurkan rakyatnya dan membangun negeri yang besar ini.

Atau bisa jadi juga bermaksud agar setiap Presiden Indonesia merasa akan diawasi oleh sang sosok wanita itu sebagai layaknya Ibu kita, Ibu Negeri, "Ibu Pertiwi". Apapun alasannya tapi masalah misteri api obor ini masih merupakan suatu misteri.Apapun alasannya hingga kini, banyak kontroversi mengenai siapa sosok itu. Sosok perempuan misterius ini tidak mungkin dibuat "tanpa nama" alias asal berwujud saja.


Relief sosok wanita di Monas (Musium Nasional)
Apapun kontroversi dan konspirasi tentang masalah ini, namun yang jelas relief sosok perempuan yang terwujud di api obor bagian atas Monas yang berlapis emas tersebut bukanlah isapan jempol..!

Untuk bapak-bapak kita atau orang tua yang berusia 60 tahun keatas, sebagian besar juga pernah mendengar mitos ini.

Namun jangan tak percaya, karena anda juga dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Jangan lupa jika sedang berada disekitar Istana Negara, pandanglah ke arah monas pada relief kobaran api obornya.

 
Wujud relief wanita pada obor api diatas Tugu Monumen Nasional (Monas) Jakarta.

Pandangan terbaik untuk melihat sosok wanita ini adalah jika anda berada dibagian utara tugu ini.





Antara Monas dan Istana Presiden, jika ditarik garis lurus maka akan menjadi garis pandangan terbaik untuk melihat sosok wanita ini, karena sosok wanita tersebut duduk simpuh dan menghadap langsung ke Istana Presiden. (courtesy: Wikimapia & Googlemap)

Dan hebatnya, jika anda melihatnya secara jarak dekat – misal memakai teropong, relief sosok wanita tersebut justru menjadi semakin tidak jelas dan semakin tak terlihat bahkan lenyap. Hanya terlihat relief api obor?!
Relief tersebut tak terlihat karena sosok tersebut hanya dapat dilihat dari kejauhan, karena jika dari jarak dekat, yang terlihat hanyalah relief ukiran api obor yang berbentuk abstrak.

Sudut pengelihatan terbaik adalah jika anda berdiri segaris lurus antara tugu Monas dan Istana Presiden yang berada di jalan Merdeka Utara.
Begitu misteriusnya sosok wanita ini bahkan hingga konspirasinya sampai ke arah dunia mistis. Karena bisa jadi sosok itu adalah sosok relief dari Ratu Pantai Selatan, sang Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul….
"Believe it or not?"

sumber